Cerita ini bukan hanya tentang keperawanan semata, melainkan tentang persahabatan yang tak berkesudahan… :)
Cekidoootttt…!!!
Cekidoootttt…!!!
***
Aku Vika anak SMA yang masih sangat
labil bisa juga dibilang badung. Anak yang murung berada di sampingku
ini adalah sahabat baikku. Namanya Audrey. Di balik kemurungannya dia
itu sebenarnya sangat cantik. Tetapi kisah hidupnya yang memilukanlah
membuatnya berlaku seperti itu. Kami berdua sudah bersahabat sejak TK
hingga SMA, kami selalu duduk di bangku yang sama.
Jika jaman sekarang banyak orang yang
gagal dalam bersahabatan tidak demikian dengan aku. Aku sangat menjaga
persahabatanku dengannya, sekali pun kenyataannya banyak yang mencaci
Audrey. Aku sangat menyayangi Audrey seperti aku menyayangi Mama dan
kedua kakakku. Audrey pun begitu, meski tanpa ekspresi namun dia sangat
menyayangiku.
“Sahabat selamanya?” Begitulah dia bertutur bila melihat aku sedang jengkel dengannya. Rasa jengkelku pun hilang dan aku memeluknya dengan hangat.
Hidup Audrey tidak seenak diriku. Hidup
Audrey penuh dengan konflik, hingga sekarang konflik itu tidak ada lagi
namun meninggalkan akibat bekas konflik yang tak dapat disesali lagi.
Audrey itu adalah anak tunggal, Audrey lahir di saat Mamanya sudah
menginjak usia 45 tahun. Tua sekali bukan? Audrey-lah anak yang sangat
dirindukan oleh Mamanya. Tetapi tidak begitu dengan Papanya. Papanya
hampir membunuh Mamanya karena melahirkan anak perempuan. Papanya
berharap akan mendapatkan anak laki-laki ternyata tidak. Selama tujuh
tahun Audrey disiksa oleh Papanya. Sampai akhirnya Mamanya memilih untuk
bercerai dari Papanya karena tidak tahan.
Akhirnya Mamanya menikah lagi dengan
pria yang ternyata tidak tulus mencintai Mamanya, Papa tirinya itu
hanyalah melihat harta saja. Bukan cinta, awalnya aku mengira Audrey
tidak mengapa-apa karena Papa tirinya itu juga tidaklah jahat atau suka
main pukul.
“Papa tiri kamu itu baik khan?” Tanyaku suatu ketika.
“Lumayanlah. Walaupun orangnya boros yang penting tidak melakukan kekerasan.” Jawabnya.
Tetapi semua itu berubah ketika aku dan
Audrey pergi ke salah satu supermarket. Kami sering berbelanja bersama
sekali sebulan. Membeli bedak, lotion bahkan pembalut. Pokoknya
kebutuhan ceweklah. Yang aku herankan saat Audrey tidak lagi membeli
pembalut.
“Kenapa?”
“Masih banyak sisa di rumah…”
Sesungguhnya aku heran. Karena jika
Audrey lagi datang bulan dia membutuhkan pembalut sampai 5 bungkus.
Kenapa sekarang bisa-bisanya dia mengatakan masih banyak di rumah?
Keaneh-anehan mulai terjadi, tetapi aku masih meredam keingintahuanku. Hingga suatu saat…
“Aaarrggghhh!!!” Pekik Audrey
di dalam toilet. AKu yang sedang buang air kecil di toilet yang berada
di sampingnya pun segera berlari dan menemuinya.
“Kenapa???” Tanyaku kebingungan
namun dia tak menjawab wajahnya pucat sekali. Di tangannya ada benda
kecil berwarna putih dan dia segera memasukkannya ke dalam kantung
roknya. Namun sebelum itu terjadi aku segera merampasnya.
“Ini apa?” Tanyaku.
Dia diam membisu, wajahnya pucat sekali
dan dia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk aku. Dia belum juga
menjelaskan padaku. Aku marah lalu mendorongnya ke dinding toilet.
“Kamuuu… Kamu hamiilll….” Pekikku.
“I… Iya…” Dia tertunduk.
Awalnya aku ingin membenci dia. Karena
aku kecewa dia melakukan hal yang tak seharusnya. Aku pikir dia gadis
baik-baik. Ah, aku kecewa sekali… Tetapi aku merasa orang paling jahat
di dunia setelah dia memberi penjelasan. Ternyata… Ternyata Papa
tirinyalah yang memperkosanya. Dia diperkosa saat keadaan rumah sangat
sepi dan Mamanya sedang tidak berada di rumah. Oh, menyedihkan sekali
nasib sahabatku ini… Aku minta maaf padanya dan menyemangatinya tidak
lupa aku menyarankan agar dia tidak menggugurkan kandungannya. Karena
biar bagaimana pun itu adalah perbuatan dosa.
“Tapi aku sekolah…”
“Kalau kamu gugurin aku marah besarrr… Plis jangan gugurin.” Aku memberi perigatan padanya sambil membesarkan kedua bola mataku.
Semenjak saat itu seluruh sekolah
mengetahui kabar kehamilan Audrey dan semua mengolok-oloknya. Akulah
selalu berdiri di barisan depan jika ada orang yang
menjelek-jelekkannya. Aku bahkan akan main tangan pada mereka jika sudah
keterlalu sampai membuat Audrey menangis. Aku tak peduli dikatakan
perempuan yang jahat. Terserah! Walau memenag pedih kita aku dan Audrey
diejek lagi menjadi sepasang lesbi.
“Kabarnya kamu hamil. Orang hamil mana bisa sekolah. Dikeluarkan lho.” Ejek Cindy pada Audrey yang terpojok di sudut kelas.
“Kalo ga ada bukti jangan nyolott…” Makiku sambil menepis tangan Cindy yang hampir meraih kerah baju Audrey.
“Ga ada sih. Cuman denger2 aja. Siap-siap aja dikeluarin dari sekolah ini.” Kata Cindy. “Dasar perempuan kotor…!!!” Makinya.
Audrey diam tak melawan. Semenjak saat
itu teman-teman sekelas memusuhi aku dan Audrey, mereka semua menganggap
diri mereka suci. Memangnya kesucian dinilai dari keperawanan? Terus,
apa TUHAN pilih-pilih mengakui anakNya. Tuhan ga bakalan pernah bilang, “Vika… Kamu perawan ato enggak? Kalo engga noh pergi jaooohhh…” Tuhan ga bakalan pernah bilang begitu. Jadi perawan aja musti sebangga itu terus jelek-jelekin sahabat aku?
Aku sering menginap di rumah Audrey
setidaknya menemaninya dalam kesunyian. Kasihan Mamanya sudah terkena
stoke semenjak perceraiannya dengan Papa tirinya. Aku selalu
menyemangati Audrey sahabatku, walau sebenarnya aku tak memungkiri ada
kebosanan dalam hatiku masakkan aku harus menemaninya dicaci terus?
Tetapi aku berusaha untuk tegar bersahabat dengannya.
“Sekali-kali kamu lawan Cindy dong. Jangan mau diejek melulu…”
“Aku gak berani…” Katanya sambil tertunduk. “Vik… Sebenarnya aku…” Katanya terbata-bata.
“Aku apa???” Tanyaku penasaran.
“Uumm… Tapi kamu jangan marah yah?” Audrey kelihatan takut sekali menatapku.
“Iya…. Tapi apa dulu?” Aku tak sabaran menunggu kata yang akan dikeluarkan Audrey.
“Aku… Maaf… Aku gugurin bayinya….”
BLAAARRR!!! Bagai petir di siang bolong.
Aku tidak menyangka temanku melakukan itu padahal sudah aku
peringatkan. Audrey terlihat ketakutan dan menunduk. Aku yang kecewa
dengan Audrey akhirnya berbalik badan dan berlalu sambil berkata…
“Aku kecewa…” Kataku dengan nada bergetar.
“Jangan pergiiii… Pliisss….” Audrey menangis sambil menahan tanganku.
Tiba-tiba hujan mengguyur dan kami pun
basah di tengah lapangan basket sekolah itu. Tak ada niatku untuk
berlari karena hujan. Airmata dan hujan bercampur menjadi satu.
“Kamu mau bilang apa lagi? Aku kecewa. Aku cuman ga mau kalo kamu itu berdosa. Itu aja…” Kata sambil menunjuk-nunjuk kearah mukanya.
“Maaf… Kamu tau khan kalo Mama aku
stoke hanya karna mikirin aku. Aku sayang kamu tapi aku juga sayang
Mama. Tapi kalian berdua itu bukan pilihan. Aku ga bisa milihhhh… Tapi
sewaktu aku liat Mama nangis-nangis karena aku gak mau menggugurkannya
hatiku pedih banget… Plisss… Ngerti dong…”
“Tapi….” Perkataanku segera dipotong.
“Kamu tau? Di dunia ini aku hanya punya dua orang yang sangat aku cintai. Mamaku… Dan kamu…” Audrey menangis sambil memeluk aku. “Kalo kamu pergi dan berubah sikap kayak Cindy… Lebih baik aku matiiii…” Tangisnya. “Maaf… Maaf kalo aku gugurin. Tapi ini hanya karena Mamaku pengen masa depanku baik-baik aja… Plis jangan tinggalin aku…”
Hatiku terenyuh mendengar penjelasannya,
aku yang ingin kabur dan meninggalkannya dengan sangat egois kini
berbalik memeluknya erat. Audrey sahabatku, aku gak mau bersahabat hanya
karena persahabatan dalam keadaan baik-baik aja. Aku mau bersahabat
tetapi tetap setia walaupun dalam keadaan buruk sekalipun. Aku mau jadi
sahabat yang tau diri. Itu aja… Aku sayang Audrey.
“Aku ga tau seberapa banyak dosaku…” Tangis Audrey menyesal karena dihimpit pilihan yang menyakitkan.
“Udahlah…” Aku menepuk-nepuk pundaknya.
Waktu berlalu begitu cepat. Dan tetap
saja teman-teman sekolah mengejek-ejek Audrey kali ini dengan sebutan
yang menyakitkan ‘Cewek bekas’ yang lebih mengejutkan lagi teman-teman
sudah tahu kalau Audrey ternyata diperkosa Papanya.
“Rumah tangga broken home… Makanya lu diperkosa… Wkwkwkwkwk”
Tawa Cindy. Aku sangat terkejut mendengar ejekan Cindy pada Audrey
dalam hitungan detik. PLAK! Aku menampar Cindy dan mendorongnya ke
dinding.
“Omongan kamu itu kok kasar banget, sich?” Bentakku.
“Biarin…” Jeritnya sambil memegangi pipinya yang merah.
Tiba-tiba Audrey mendatangi Cindy dan menamparnya juga. Di terlihat lebih tegar dari biasanya yang selalu pucat pasi.
“Itu untuk penghinaan kamu selama ini…” Pekiknya di depan muka Cindy. “Kamu pikir seberapa hebat kamu karena perawan? Kelakuan kamu lebih hina dari akuuuu!!!” Pekiknya membuat Cindy harus menutupi telinganya. “AKU MEMANG GAK PERAWAN LAGI!!! TERUS KENAPA??? SALAH BANGET YAH!!!” Jeritnya sampai seluruh kelas mendengarnya.
“Kamu tau? Aku ini diperkosa!!! Bukan keinginan aku. Ini udah cukup sakit. JANGAN KAMU TAMBAHIN LAGI!!!” Pekiknya meluapkan kekesalan beberapa bulan ini.
Aku terkejut mendengar penuturan Audrey yang blak-blakan.
Semenjak saat itu tak ada yang suka-suka
bicara pada pada Audrey. Justru semuanya malu pada diri sendiri.
Bingung juga! Memangnya perempuan dinilai dari keperawanannya? Jadi
kalau sudah tidak perawan lantas dihina-hina? Dimaki-maki? Semua
layaknya Tuhan. Aku benci sekali mereka menghina sahabat baikku ini.
Sampai kami duduk di bangku kuliah,
Audrey memiliki kekasih saat kekasihnya tahu Audrey tidak perawan lagi.
Kekasihnya memutuskan Audrey. Sudah berkali-kali Audrey begitu
Sebenarnya dia sangat sedih namun dia berusaha menutupi kesedihannya
dari aku.
“Tenanglah sobat… Suatu saat kamu dapat laki-laki yang benar menyayangi kamu. Tanpa memandang kekuranganmu.
Dan benar saja akhirnya dia
mendapatkannya. Dan saat aku melihatnya di pelaminan aku hanya bisa
tersenyum. Sekarang orang yang dicintainya bertambah satu,
pikirku.Mamanya, Aku dan suaminya…
Sekarang kami sudah berumah tangga. Dan
aku bahagia bisa bersahabat dengannya tanpa memandang kekurangnnya. Aku
ingin lebih dekat lagi dengannya. Namun semua itu tak mungkin, karena
kami telah memiliki kehidupan masing-masing. Dia lah sahabatku… Sahabat
yang tegar… :)
No comments:
Post a Comment
Silahkan Komentarnya ^_^