Monday, December 19, 2016

Kehendak Manusia Vs. Kehendak Tuhan

Bisa dikatakan tidak hanya sehari duahari aku mencari tahu passion aku itu apa, melainkan setiap hari. Termasuk dengan menulis catatan kecil di blog muram ini. Yap, aku selalu mencari tahu itu selalu dan selalu. Dan bila bertemu malam hari aku selalu bertanya pada Tuhan, "Tuhan, aku ini siapa? Aku ini apa? Apa yang akan aku lakukan kemudian?". Pertanyaan konyol itu selalu menghiasi malamku. Makin aku menyadari pastilah aku salah satu ciptaan Tuhan yang paling manja dan cengeng, mudah-mudahan Tuhan 'gak bosan. Hahaha...

Jujur saja, sejak kecil aku punya impian (cita-cita) seperti anak kecil lainnya. Aku pernah berpikir ingin menjadi Guru. Mungkin cita-cita itu tercetus karena pengalaman hidup yang masih sangat minim, sehingga Guru-lah sosok yang paling mengagumkan bagiku pada kala itu ya.
Tapi, aku masih ingat saat Ibu Guru Agama bertanya kepada muridnya satu per satu mengenai cita-cita, dan dia mendengar jawaban beberapa murid yang ingin menjadi guru. Dia langsung menimpali, "Jadi Guru 'gak enak, makan kapur melulu". Kalau jawaban murid-muridnya itu untuk dilecehkan, untuk apa dia bertanya? Hahaha...

Kemudian waktu pun kian berjalan, aku mulai berpikir hal-hal menarik lainnya. Walau aku tahu konsekuensinya adalah jangan menyerah bila tak terkabulkan. Pertama, aku ingin menjadi penulis (Maksudku penulis yang kredibelitasnya terpampang nyata di sebuah buku), dan jangan salah aku sudah mencobanya. Minimal tulisanku pernah terpampang di sudut koran Kompas, dan salah satu cerpen sudah ada di buku proyek kroyokannya bloggers. Kemudian kedua, aku pernah terpikirkan untuk menjadi pelukis, yapss aku hobby menggambar sedari kecil. Bahkan aku pernah sakit-sakitan karena tidak dibelikan cat air kesukaanku oleh Mamak, dan pada saat barang itu sudah dibelikan sakitku pun hilang. Aku tidak mengerti kenapa bisa selebay itu, sementara di umur yang sudah dewasa ini minat melukisku betul-betul hilang sama sekali.

Yah, itulah sekilas mengenai cita-cita yang aku kehendaki. Aku kehendaki lho, bukan Tuhan. ternyata Tuhan berkehendak lain (Mungkin saja Belum atau Tidak). Terkadang aku masih terlalu rajin untuk percaya bahwa 'Semua akan Indah Pada Waktunya'. Namun, ada kalanya aku jenuh dan mulai mengutuki apa yang sudah terjadi.  Bahkan aku pernah berpikir bahwa Tuhan memusuhiku sehingga tak menggubris sama sekali. Terkadang peluh dalam mengejar cita-cita itu tidak diperhitungkan sama sekali. Kenapa?

Aku yang awalnya terlahir menjadi anak yang optimis, akhirnya mulai melepas semangat itu satu per satu. Apalagi ketika aku membaca salah satu artikel 'Saat Teduh', bahwa dalam berusaha kita jangan membayangkan hal-hal yang menyenangkan mengenai keberhasilan dulu, tapi bayangkanlah kegagalan yang mengerikan yang mungkin akan terjadi. Maksudnya persiapkan diri untuk sebuah kegagalan, agar saat kegagalan itu terjadi tidak terasa terlalu sakit. Dari itu aku mulai berpikir, bahwa selama ini aku terlalu ngoyo. Konsekuesinya adalah terlalu banyak berharap, terlalu banyak kecewa. Kecewa hanya akan membuat semua terlihat sia-sia saja.

Yah, aku akhirnya mulai menyerah (maksudku, menyerahkan segala sesuatu seturut kehendak Tuhan). Ibarat sebuah bejana yang akan dibentuk, maka seturut itulah kehidupanku kelak. Dari sesuatu yang tidak terlalu indah menjadi sesuatu yang berguna. Percaya!

Kemudian, cita-cita masa kecilku itu pun perlahan buyar. Terutama ketika aku membayangkan wajah-wajah keluarga yang sangat aku cintai. Cita-cita itu memang perlu, karena memang dalam hidup ada yang perlu kita kejar. Namun, aku tak perlu membuat sesuatu yang terlalu spesifik karena itu terlalu berat. Kini cita-citaku di dunia ini hanya ada dua, yaitu ingin menjadi kebanggaan orangtua dan role model bagi adik-adik. Entah sebagai apa, dalam bidang apa, kapan, tapi biarlah aku dipakai menjadi kebahagiaan mereka. Gak spesifik emang, tapi jadi A atau B atau C, bukankah itu urusan Tuhan?

Kini aku akan tetap menjadi aku yang awal. Selalu berjalan di jalan kehendak yang Di Atas. Masih mencari jati diri, masih mencari siapa dan apa aku ini? Bukan hanya untuk aku, tapi untuk keluargaku juga. Karena sesukses-suksesnya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi sesama terutama keluargaku sendiri.

Ini moment di mana kehendak manusia seperti aku ini berdamai dengan kehendak Tuhan yang sungguh jauh lebih indah dari yang terpikirkan manusia.

God bless you...

 

1 comment:

  1. memang kuncinya terus berjalan dalam kehendak Tuhan ya
    jangan banyak menyimpang ke kanan atau kiri

    ReplyDelete

Silahkan Komentarnya ^_^