Sunday, March 11, 2012

Cinta Butuh Uang


“Dita… Tuh penggemar setia lo liatin ke sini melulu…” Bisik Lia pada Dita di kantin sekolah saat istirahat. Dita cuek dan menyeruput minumannya sambil sekali-kali  menelan gorengannya. Sementara bocah lelaki cupu bernama Eko sedang memandang dengan wajah mupeng sekali-kali diperbaikinya kacamata tebalnya.

“Ih… Najis…” Cibir Dita sambil berdiri dari tempat duduknya siap-siap berlalu dari kantin dan diikuti Lia. Melihat hal itu Eko segera mengikuti Dita dan Lia.

“Lo kenapa ga mau sama dia? Dia pintar kok, juga lumayan ganteng…” Oceh Lia.

“Ih… Hello… Pasti kamu lupa minum obat hari ini yah? Kok bisa-bisanya ngomong begitu? Khan aku bilang aku mau cowok yang dewasa, terus punya kerja lagi. Dia? Idiihhh…”

“Yaaaahhh… Elo…” Lia hanya geleng-geleng kepala.

Saat berjalan menuju kelas yang lumayan jauh jaraknya dari kantin, punggung Dita terasa ditowel-towel. Dita segera melirik ke belakang dan dilihatnya Eko sedang tersenyum menunjukkan giginya yang berjejer dalam kurungan singa itu.

“Hadeeehhh… Ni anak… Apa???” Kata Dita galak.

“Uuummm… Untuk kamu…” Katanya pelan lalu menyerahkan sekuntum bunga mawar plastik.

“Hah? Ih, berani-beraninya kamu…” Mata Dita terbelalak.

“Dita aku suka kamu… Aku bisa mati jika hidup tanpa kamu… Terima aku Dita… Udah sejak kelas 1 SMP sampe kelas 3 SMA belum juga kamu terima cintaku…” Rengek Eko.

“Waduh… Bertingkah ini anak…” Dita berkacak pinggang. “Kamu punya apa kalo pacaran sama kamu?” Tanya Dita.

“Punya cinta…” Kata Eko dengan senyuman bodohnya sambil kedua telunjuknya menggambarkan sebuah hati di udara kemudian dia meniupkannya ke wajah Dita.

“Busyettt… Bau banget…” Dita menutupi hidungnya. “Cinta butuh uang…”

“Kok gitu sich? Apa artinya uang tanpa cinta?” Tanya Eko semakin bodoh.

“Hidup cuman sekali. Wajar dong aku milih kekasih yang mapan sekalipun aku masih anak SMA. Realistis donk!!! Kamu punya uang gak?” Dita semakin marah.

“Enggak…” Eko menggeleng kepala sambil menggoyang-goyangkan kantung celananya yang berisi uang receh. “Tapi aku punya cinta… Plis terima aku…”

“No… Kalo kita pergi pacaran, naik apa? Jalan kaki? Kalo hujan? Masa pakek payung? Kayak topeng monyet dong. Terus kalo kita kencan kita makan dimana? Di cafe atau pinggir jalanan? Terus kamu punya uang ga? Terus kalo aku ulang tahun kamu ngasih apa? Masa ngasih kerajinan tangan? Plis… Realistis dong sayang…” Dita tersenyum sinis.

“Kok kamu matre begitu?” Eko tertunduk.

“Iya… Matre… Terus kenapa? Masalah buat lo???”

***
Beberapa tahun kemudian…

Dita berjalan gontai sambil membawa beberapa buku-buku kuliahnya. Di wajahnya tersimpan suatu tekanan teramat dalam. Sekali-kali dia mengusap-usap wajahnya yang kering dihembus angin.  Dilihatnya sebuah rumah makan, karena perutnya belum terisi sedari pagi akhirnya dia masuki rumah makan itu. Kegiatan kuliahnya membuat dia menjadi begini.

Dita makan dengan sangat nafsu sekali. Tiba-tiba dilihatnya ada seorang cowok cupu duduk di dekat dia makan. Dita jadi teringat tentang Eko sang penggemar sejatinya.

“Hadeehh… Selera makan hilang gara-gara cowok cupu itu…” Bathin Dita kesal.

“Hei… Dita…” Dari arah luar terlihat lelaki nan tampan dan gagah berjalan ke arah Dita. Dita sedikit kebingungan karena dia tidak mengenali laki-laki itu sama sekali. Laki-laki itu tanpa disuruh duduk, sudah bertengger di samping Dita.

“Kenapa?”

“Ka… Kamu siapa?” Tanya Dita terbata-bata.

“Eko…”

“Hah? APA???”

“Iyalah… Kenapa?” Tanya Eko tapi Dita diam membisu dan masih sangat tidak percaya bahwa sosok sempurna di hadapannya adalah Eko. “Gimana kamu? Udah kerja? Ohiya, dapet cowok yang gimana sekarang? Yang punya kendaraan pribadi? Punya uang banyak untuk jajan di tempat makan keren? Atau apa?” Perkataan Eko seperti menyindir dan yang lebih mirisnya lagi semua yang dikatakan Eko memang sedang tidak dialami Dita. Eko sekarang berbeda dengan Eko yang dulu. Pakaiannya rapih ala kantoran, wangi parfumenya sangat menggoda bahkan dia tidak menggunakan kacamatanya lagi. Dita hanya bisa ternganga melihat sosok yang di depannya.

“Hei… Dijawab dong…”

Dita menunduk lemah lalu memandangi buku-buku kuliahnya yang seabrek itu. Eko pun turut mengikuti lirikan mata Dita menuju meja.

“Kamu ngelanjut kuliah? Wah, hebat…”

“Bu… Bu… bukan…” Dita tertunduk sedih. “Aku belum lulus-lulus…” Katanya pelan.

“APA??? Ya envelope… Masa sich?”

Dita mengangguk sedih. Beberapa menit kemudian Mereka berdua selesai makan dan beranjak dari tempat duduknya menuju keluar. Di luar sudah ada terparkir sebuah mobil mewah.

“Ini mobil kamu?” Dita terbelalak memandangi mobil mewah Eko.

“Iya dong…”

Dita diam, dia menunggu ajakan Eko untuk mengantarkannya pulang. Dia jadi berubah pikiran setelah melihat kenyataan bahwa Eko sudah berubah total dari kecupuannya. Padahal Eko memasuki mobilnya tanpa menyuruh Dita masuk sedikit pun. Dita berjalan dengan mata yang melotot keheranan melihat mantan penggemarnya berubah total. Ditolehnya lagi ke belakang dan dia kembali berjalan pasti mendekati jendela mobil Eko.

“Ko… Kok gitu?” Tanya Dita bodoh.

“Gitu apanya?” Eko pura-pura heran.

“Eehmmm… Untuk tawaran kamu yang nembak aku beberapa tahun yang lalu masih berlaku kok…” Kata Dita seperti orang yang tidak punya harga diri lagi.

“Hahahahahahaa…. Kamu lucu banget sich? Yang lalu biar berlalu. Masa aku orang kantoran begini pacaran sama mahasiswi yang ga lulus-lulus? Terus nanti kalo menikah yang kerja aku, kamu nyantai jadi pengangguran? Realistis dong sayang…” Tawanya penuh kemenangan.

“Hah? Kamu kok jadi kasar gitu?” Tanya Dita sedih.

“Iya… Aku emang kasar. Masalah buat lo?”

Dita terperanjat melihat dirinya sendiri telah benar-benar telak oleh Eko atas kejadian beberapa tahun lalu. Diingatnya lagi perkataannya yang hampir sama kejamnya pada Eko beberapa tahun yang lalu.

“No… Kalo kita pergi pacaran, naik apa? Jalan kaki? Kalo hujan? Masa pakek payung? Kayak topeng monyet dong. Terus kalo kita kencan kita makan dimana? Di cafe atau pinggir jalanan? Terus kamu punya uang ga? Terus kalo aku ulang tahun kamu ngasih apa? Masa ngasih kerajinan tangan? Plis… Realistis dong sayang…” 

Ditepok-tepoknya jidatnya, dia tak percaya dia pernah mengatakan hal sombong seperti itu. Aaarrgghh… Malunya Dita… Tanpa disadari mobil Eko sudah berlalu meninggalkan kepulan asap.“Apa aku ga menarik lagi? Kenapa?” Jerit Dita dalam hati. Dita sepertinya tidak tahu itu balasan untuk cewek matre sepertinya.

Thanks yuah udah baca… :)

No comments:

Post a Comment

Silahkan Komentarnya ^_^