
Lihatlah, Aku komodo junior yang lincah dan seksi (gambarnyaaldriana.blogspot.com)
Hai, aku Laura! Aku komodo junior yang
cantik nian (bercermin di sendok… hihihi, ga muat yak?). Aku komodo yang
lincah lho. Sekalipun ukuran badanku berat tetapi aku senang bermain
walau Ibuku Mama Bella selalu memarahi aku tetapi aku tetap badung dan
bermain selalu. Oh iya, hihihi jangan kasih tahu siapa-siapa yah? Aku
lagi jatuh cinta sama seekor komodo jantan yang gagah berani, namanya
Richard! Duh, tetapi aku seperti komodo yang tidak tahu diri mencintai
seekor komodo yang sempurna seperti dia. Tahu kenapa? Yah, kami hanya
komodo-komodo liar sementara dia dan keluarganya adalah komodo-komodo
yang tinggal di penangkaran.
Pertemuan pertamaku beberapa tahun yang
lalu, aku dan beberapa sahabatku melewati penangkaran itu. Aku melihat
beberapa komodo sedang makan siang daging segar. Enak sekali
kelihatannya dan itu membuat kami lapar juga lalu aku dan sahabatku
mengintip di pagar besi berharap diberi makan juga, namun petugas
pemberi makannya cuek. Tiba-tiba muncul seekor komodo jantan yang masih
muda (nah, dia maksudku si Richard) memberi kami spotong daging. Duh,
baik sekali dia kepada kami. Kami menerimanya dan tidak lama kemudian
datang bapak dari Richard yang kelihatan marah besar melihat kami dan
melihat perbuatan anaknya. Kami diusir, duh seram sekali bapaknya.
Aku selalu berharap agar tidak melihat
bapaknya lagi tetapi kalau anaknya ya bolehlah. Tetapi hari ini Mama
Bella mengajak aku mencari makan sampai ke hutan yang ada di belakang
penangkaran komodo. Sebenarnya aku sedikit ragu namun ku iyakan saja,
aku kasihan pada Mamaku yang sudah janda ini. Oh ya Papa sudah tidak ada
diakibatkan meninggal karena penyakit kronis. Mau bilang apa lagi?
Memangnya kami komodo penangkaran yang terawat? Huft, aku masih ingat
suara tangis Mama yang memilukan melepas kepergian Papaku tersayang
tetapi sudahlah, memang sudah ajalnya mau dibagaimanakan lagi.
Aku dan Mama bersama merayap di atas
tanah tepat di belakang penangkaran komodo itu. Uh, lagi-lagi mereka
sedang makan siang. Namun mereka terdengar berbicara sesuatu hal yang
penting.
“Wihihihi… Mantap! Kita hewan terkenal!”
“Hahaha, masuk New7Wonders yah? Ck ck ck… Ga nyangka,”
Aku mencuri dengar! Ah, apa iya? Ya,
Tuhan terimakasih… Hihihi… Sungguh semoga lolos, harapku dalam hati lalu
mulai lagi merayap bersama Mama Bella.
Beberapa jam kemudian kami sudah kenyang
lalu berjalan pulang kembali dan itu pun harus melewati penangkaran itu
kembali. Namun aku terkejut begitu melihat wajah Papa Richard nongol di
pagar. Aku bersembunyi di balik ekor Mama Bella yang besar. Tapi…
“Heiii!” Seru Papa Richard memanggil kami berdua.
“Ada apa?” Sahut Mama sambil mendekat aku mengikuti Mama dengan hati-hati.
“Aku butuh bantuan,” Suaranya bergetar.
“Apa?”
“Aku baru saja melukai petugas yang
memberi kami makan. Aku takut. Aku mau kabur saja dari sini. Aku tak
tahan diburu perasaan bersalah,” Katanya hampir menangis.
“Apa kau tahan jika hidup di alam bebas?” Tanya Mama Bella ragu.
“Ya, ku mohon bantu aku keluar dari sini,”
“Baiklah,”
Cukup lama Mama Bella membantu Papa
Richard membuka besi pagar sudah terlihat rapuh, dan pada akhirnya bisa.
Lalu dia tersenyum sumringah, aku bingung kenapa dia tidak mengajak
anak istrinya? Ah, egois. Atau mungkin dia cukup baik untuk tetap
menjaga anak dan istrinya dari alam bebas? Dia langsung merayap menjauhi
kami tanpa mengatakan terimakasih. Ah, sudahlah. Dasar! Aku dan Mama
hanya diam lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Suatu siang aku dan Mama Bela duduk di
bawah pohon nan rindang berbincang-bincang. Oh ya kebetulan posisi kami
itu sedang berada di dekat perumahan warga. Tetapi aku dan Mama sepakat
untuk tidak pernah mengganggu karena toh mereka baik kepada kami
terkadang memberi kami makan. Kami memang predator tetapi masih memiliki
hati nurani, kok. (Hihihihi…)
Tiba-tiba aku melihat seekor komodo
berlari pontang-panting melewati kami. Ah, itu khan Papa Richard? Sedang
apa? Aku dan Mama Bella terheran-heran. Papa Richard memandang kami
sebentar lalu melanjut lagi berlari. Aku dan Mama cuek saja.
Beberapa saat kemudian muncul warga
beberapa beramai-ramai dan seperti menggendong seorang anak yang
terkulai lemas. Seseeorang diaantaranya memandangi kami dengan aneh lalu
berlari ke dalam rumah seperti mengambil sesuatu. Dan ternyata dia
membawa senapan??? Oh, Tuhan. Ada apa ini? Aku takut sekali.
“Ayo lari,” Mama Bella memberi isyarat
dan kami berdua pun berlari menjauhi kerumunan itu. Tetapi sayang mereka
mengikuti kami dengan cepatnya. Aduh, bagaimana ini? Sesampai di tengah
hutan Mama menyuruhku bersembunyi dibalik pohon besar.
“Tapi Ma?” Aku ragu dan jantungku tetap berdetak kencang.
“Sudahlah tak usah pikirkan Mama. Nanti
kalau keaadaan sudah aman, kita bertemu di sungai sana yah?” Mama
mengedipkan mata menyemangati aku dan kemudian dia pergi berlari. Aku
pun segera bersembunyi sambil tetap mengintip Mama yang terkejar
orang-orang.
“Mama,” Gumamku sedih.
Tiba-tiba ku lihat Mama seperti terpojok
dan tak tau harus kemana berlari dan seorang pria sudah memfokuskan
ujung senapan ke jidat Mama. Tiba-tiba Mama mengamuk dan baru pertama
kalinya aku lihat Mama mengamuk. Namun sayang orang-orang begitu banyak
sekali dan beberapa melempari Mama batu-batu besar dan membuat tubuh
Mama berdarah-darah. Aku hanya diam di balik pohon dan airmataku tak
terhitung lagi.
Dan pada akhirnya… DOOOORRRR!!!!!!!!!!!!
Aku memejamkan mata tak mampu untuk melihatnya dan ku dengar suara-suara…
“Kita apakan bangkai ini?”
“Ah, sudahlah. Tak usah pikiri. Sekarang
mending kita bawa ke rumah sakit anak kita ini. Ayo!” Orang-orang itu
pun berlalu dan aku sedikit demi sedikit keluar dari pohon
persembunyianku. Aku melihat Mamaku lemas tak berdaya. Oh…
“Nak,” Kata Mama pelan dan dia diam lama… “Ma?”
“TIDAAAAKKKK!!!” Pekikku kencang dan aku
tak mampu berkata-kata lagi. Air mataku membasahi pipi dan sungguh aku
kesal. Aku kan hidup dengan siapa?
“Mama!!! Raungku sampai gigi-gigi keluar
semua hendak menggigiti sesuatu dengan geramnya dan aku tak tahu kenapa
mereka tak punya hati begitu. Padahal anaknya masih bisa diselamatkan
dan tidak terlalu parah tetapi dia tega membunuh Mamaku, kaumku binatang
langka. Dan ironisnya lagi sebenarnya bukan Mama yang mencederai
anaknya tetapi Papa Richard. Aku menangis kenapa baru sekarang aku
menyadari arti pandangan Papa Richrad yang sebentar itu?
Kepunahan kami? Sebentar lagi. Ah, aku
tak peduli yang ku lihat hanyalah bangkai Mamaku yang terkapar dan aku
mulai mengeruk tanah di dekatnya walau ku lakukan dengan airmata. Dengan
susah payah ku gunakan moncongku mengeruknya lalu aku mendekati Mamaku
dan kemudian menciuminya lagi. “Ma, maafin Laura” Kataku rapuh. Kemudian
dengan moncongku ku dorong badan mama ke dalam lubang besar dan ku
kubur dia bersama airmataku.
“Ma…”
Mama tak menjawab. Justru hujan merintik membasahi luka-luka Mama segeraku tutupi dengan tanah cepat-cepat. Ah, Mama…
Kepunahan kita? Biarlah mereka tak
peduli. Yang terpenting adalah semoga cinta kita tak akan pernah punah.
Ma, salam hangat untuk, Papa… :(
Sungguh hati ini sakit sekali… Mama… :(
Selamat Jalan, Mama Bella Komodo

No comments:
Post a Comment
Silahkan Komentarnya ^_^