Friday, October 21, 2011

Selamat Jalan, Mama Bella Komodo!

1319138466926656424
Lihatlah, Aku komodo junior yang lincah dan seksi (gambarnyaaldriana.blogspot.com)
Hai, aku Laura! Aku komodo junior yang cantik nian (bercermin di sendok… hihihi, ga muat yak?). Aku komodo yang lincah lho. Sekalipun ukuran badanku berat tetapi aku senang bermain walau Ibuku Mama Bella selalu memarahi aku tetapi aku tetap badung dan bermain selalu. Oh iya, hihihi jangan kasih tahu siapa-siapa yah? Aku lagi jatuh cinta sama seekor komodo jantan yang gagah berani, namanya Richard! Duh, tetapi aku seperti komodo yang tidak tahu diri mencintai seekor komodo yang sempurna seperti dia. Tahu kenapa? Yah, kami hanya komodo-komodo liar sementara dia dan keluarganya adalah komodo-komodo yang tinggal di penangkaran.
Pertemuan pertamaku beberapa tahun yang lalu, aku dan beberapa sahabatku melewati penangkaran itu. Aku melihat beberapa komodo sedang makan siang daging segar. Enak sekali kelihatannya dan itu membuat kami lapar juga lalu aku dan sahabatku mengintip di pagar besi berharap diberi makan juga, namun petugas pemberi makannya cuek. Tiba-tiba muncul seekor komodo jantan yang masih muda (nah, dia maksudku si Richard) memberi kami spotong daging. Duh, baik sekali dia kepada kami. Kami menerimanya dan tidak lama kemudian datang bapak dari Richard yang kelihatan marah besar melihat kami dan melihat perbuatan anaknya. Kami diusir, duh seram sekali bapaknya.
Aku selalu berharap agar tidak melihat bapaknya lagi tetapi kalau anaknya ya bolehlah. Tetapi hari ini Mama Bella mengajak aku mencari makan sampai ke hutan yang ada di belakang penangkaran komodo. Sebenarnya aku sedikit ragu namun ku iyakan saja, aku kasihan pada Mamaku yang sudah janda ini. Oh ya Papa sudah tidak ada diakibatkan meninggal karena penyakit kronis. Mau bilang apa lagi? Memangnya kami komodo penangkaran yang terawat? Huft, aku masih ingat suara tangis Mama yang memilukan melepas kepergian Papaku tersayang tetapi sudahlah, memang sudah ajalnya mau dibagaimanakan lagi.
Aku dan Mama bersama merayap di atas tanah tepat di belakang penangkaran komodo itu. Uh, lagi-lagi mereka sedang makan siang. Namun mereka terdengar berbicara sesuatu hal yang penting.
“Wihihihi… Mantap! Kita hewan terkenal!”
“Hahaha, masuk New7Wonders yah? Ck ck ck… Ga nyangka,”
Aku mencuri dengar! Ah, apa iya? Ya, Tuhan terimakasih… Hihihi… Sungguh semoga lolos, harapku dalam hati lalu mulai lagi merayap bersama Mama Bella.
Beberapa jam kemudian kami sudah kenyang lalu berjalan pulang kembali dan itu pun harus melewati penangkaran itu kembali. Namun aku terkejut begitu melihat wajah Papa Richard nongol di pagar. Aku bersembunyi di balik ekor Mama Bella yang besar. Tapi…
“Heiii!” Seru Papa Richard memanggil kami berdua.
“Ada apa?” Sahut Mama sambil mendekat aku mengikuti Mama dengan hati-hati.
“Aku butuh bantuan,” Suaranya bergetar.
“Apa?”
“Aku baru saja melukai petugas yang memberi kami makan. Aku takut. Aku mau kabur saja dari sini. Aku tak tahan diburu perasaan bersalah,” Katanya hampir menangis.
“Apa kau tahan jika hidup di alam bebas?” Tanya Mama Bella ragu.
“Ya, ku mohon bantu aku keluar dari sini,”
“Baiklah,”
Cukup lama Mama Bella membantu Papa Richard membuka besi pagar sudah terlihat rapuh, dan pada akhirnya bisa. Lalu dia tersenyum sumringah, aku bingung kenapa dia tidak mengajak anak istrinya? Ah, egois. Atau mungkin dia cukup baik untuk tetap menjaga anak dan istrinya dari alam bebas? Dia langsung merayap menjauhi kami tanpa mengatakan terimakasih. Ah, sudahlah. Dasar! Aku dan Mama hanya diam lalu kembali melanjutkan perjalanan.
Suatu siang aku dan Mama Bela duduk di bawah pohon nan rindang berbincang-bincang. Oh ya kebetulan posisi kami itu sedang berada di dekat perumahan warga. Tetapi aku dan Mama sepakat untuk tidak pernah mengganggu karena toh mereka baik kepada kami terkadang memberi kami makan. Kami memang predator tetapi masih memiliki hati nurani, kok. (Hihihihi…)
Tiba-tiba aku melihat seekor komodo berlari pontang-panting melewati kami. Ah, itu khan Papa Richard? Sedang apa? Aku dan Mama Bella terheran-heran. Papa Richard memandang kami sebentar lalu melanjut lagi berlari. Aku dan Mama cuek saja.
Beberapa saat kemudian muncul warga beberapa beramai-ramai dan seperti menggendong seorang anak yang terkulai lemas. Seseeorang diaantaranya memandangi kami dengan aneh lalu berlari ke dalam rumah seperti mengambil sesuatu. Dan ternyata dia membawa senapan??? Oh, Tuhan. Ada apa ini? Aku takut sekali.
“Ayo lari,” Mama Bella memberi isyarat dan kami berdua pun berlari menjauhi kerumunan itu. Tetapi sayang mereka mengikuti kami dengan cepatnya. Aduh, bagaimana ini? Sesampai di tengah hutan Mama menyuruhku bersembunyi dibalik pohon besar.
“Tapi Ma?” Aku ragu dan jantungku tetap berdetak kencang.
“Sudahlah tak usah pikirkan Mama. Nanti kalau keaadaan sudah aman, kita bertemu di sungai sana yah?” Mama mengedipkan mata menyemangati aku dan kemudian dia pergi berlari. Aku pun segera bersembunyi sambil tetap mengintip Mama yang terkejar orang-orang.
“Mama,” Gumamku sedih.
Tiba-tiba ku lihat Mama seperti terpojok dan tak tau harus kemana berlari dan seorang pria sudah memfokuskan ujung senapan ke jidat Mama. Tiba-tiba Mama mengamuk dan baru pertama kalinya aku lihat Mama mengamuk. Namun sayang orang-orang begitu banyak sekali dan beberapa melempari Mama batu-batu besar dan membuat tubuh Mama berdarah-darah. Aku hanya diam di balik pohon dan airmataku tak terhitung lagi.
Dan pada akhirnya… DOOOORRRR!!!!!!!!!!!!
Aku memejamkan mata tak mampu untuk melihatnya dan ku dengar suara-suara…
“Kita apakan bangkai ini?”
“Ah, sudahlah. Tak usah pikiri. Sekarang mending kita bawa ke rumah sakit anak kita ini. Ayo!” Orang-orang itu pun berlalu dan aku sedikit demi sedikit keluar dari pohon persembunyianku. Aku melihat Mamaku lemas tak berdaya. Oh…
“Nak,” Kata Mama pelan dan dia diam lama… “Ma?”
“TIDAAAAKKKK!!!” Pekikku kencang dan aku tak mampu berkata-kata lagi. Air mataku membasahi pipi dan sungguh aku kesal. Aku kan hidup dengan siapa?
“Mama!!! Raungku sampai gigi-gigi keluar semua hendak menggigiti sesuatu dengan geramnya dan aku tak tahu kenapa mereka tak punya hati begitu. Padahal anaknya masih bisa diselamatkan dan tidak terlalu parah tetapi dia tega membunuh Mamaku, kaumku binatang langka. Dan ironisnya lagi sebenarnya bukan Mama yang mencederai anaknya tetapi Papa Richard. Aku menangis kenapa baru sekarang aku menyadari arti pandangan Papa Richrad yang sebentar itu?
Kepunahan kami? Sebentar lagi. Ah, aku tak peduli yang ku lihat hanyalah bangkai Mamaku yang terkapar dan aku mulai mengeruk tanah di dekatnya walau ku lakukan dengan airmata. Dengan susah payah ku gunakan moncongku mengeruknya lalu aku mendekati Mamaku dan kemudian menciuminya lagi. “Ma, maafin Laura” Kataku rapuh. Kemudian dengan moncongku ku dorong badan mama ke dalam lubang besar dan ku kubur dia bersama airmataku.
“Ma…”
Mama tak menjawab. Justru hujan merintik membasahi luka-luka Mama segeraku tutupi dengan tanah cepat-cepat. Ah, Mama…
Kepunahan kita? Biarlah mereka tak peduli. Yang terpenting adalah semoga cinta kita tak akan pernah punah. Ma, salam hangat untuk, Papa… :(
Sungguh hati ini sakit sekali… Mama… :(
Selamat Jalan, Mama Bella Komodo

No comments:

Post a Comment

Silahkan Komentarnya ^_^